BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah
sebagai salah satu unsur utama dari ekosistem mempunyai peran ganda sebagai
media produksi pangan dan sandang serta obat-obatan juga sebagai penyangga
utama terciptanya lingkungan yang sehat serta berperan dalam menjaga keragaman
biodiversity. Tanah yang merupakan tubuh alam yang dihasilkan dari berbagai
proses dan faktor pementuk yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya dan
dengan demikian akan memerlukan menejemen berbeda pula untuk tetap menjaga
keberlanjutan fungsi-fungsi tanah tersebut.
Manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumber daya alam yang berupa : tanah,
air dan udara dan sumber daya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumber daya
alam yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Namun
demikian, harus disadari bahwa sumber daya alam yang kita perlukan mempunyai
keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan
menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumber daya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan
menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu, diperlukan pengelolaan sumber daya
alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai
kaitan yang erat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan daratan,
tanah, dan lahan ?
2. Bagaimana pembagian daratan tersebut ?
3. Bagaimana struktur dan klasifikasi
tanah tersebut ?
4. Bagaimana pembagian lahan berdasarkan
ciri dan kemiringannya ?
5. Apa kegunaan dari tanah dan lahan ?
6. Apa yang menjadi permasalahan dalam
pendayagunaan lahan dan tanah?
7. Bagaimana cara mengatasi masalah dalam
pendayagunaan lahan dan tanah tersebut ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian daratan, tanah
dan lahan.
2. Mengetahui pembagian dari daratan
secara tepat.
3. Mengetahui struktur dan
klasifikasi tanah.
4. Mengetahui pembagian lahan berdasarkan
ciri dan kemiringannya.
5. Mengetahui kegunaan dari tanah dan
lahan.
6. Mengetahui permasalah yang timbul dalam
pendayagunaan lahan dan tanah.
7. Mengetahui cara mengatasi masalah yang
timbul dalam pendayagunaaan lahan dan tanah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Lahan
A. Pengertian Lahan
Lahan memiliki beberapa pengertian baik
itu menurut FAO maupun menurut para ahli. Menurut Purwowidodo, “Lahan merupakan
suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi, dan
tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan
lahan.”
Definisi lain juga dikemukakan oleh
Sitorus bahwa lahan merupakan suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat-sifat
tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi,
populasi tanaman dan hewan, serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan
sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat tersebut mempunyai
pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa sekarang dan
masa yang akan datang. (FAO dalam Sitorus, 2004)
B. Pembagian Lahan
1. Bentuk
lahan asal proses volkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan
yang terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain:
kerucut gunungapi, madan lava, kawah, dan kaldera.
2. Bentuk
lahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan
yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan,
pegunungan patahan, perbukitan, dan kubah, merupakan contoh-contoh untuk
bentuklahan asal struktural.
3. Bentuk
lahan asal fluvial (F), merupakan kelompok besar satuan bentuk lahan yang
terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai,
dan tanggul alam merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan ini.
4. Bentuk
lahan asal proses solusional (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan
yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu
gamping dan dolomite, karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa
karst, dan logva, merupakan contoh-contoh bentuklahan ini.
5. Bentuk
lahan asal proses denudasional (D), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan
yang terjadi akibat proses degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan
bentuklahan ini antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan
rusak.
6. Bentuk
lahan asal proses eolin (E), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk
pasir barchan, parallel, parabolik, bintang, lidah, dan transversal.
7. Bentuk
lahan asal proses marine (M), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut.
Contoh satuan bentuklahan ini adalah: gisik pantai (beach), bura (spit),
tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat
dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi
akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini disebut proses
fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses
fluvio marine ini antara lain delta dan estuari.
8. Bentuk
lahan asal glasial (G), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuklahan ini
antara lain lembah menggantung dan morine.
9. Bentuk
lahan asal organik (O), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh
satuan bentuklahan ini adalah mangrove dan terumbu karang.
10. Bentuk
lahan asal antropogenik (A), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang
terjadi akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan
contoh-contoh satuan bentuklahan hasil proses antropogenik.
Selain
itu, berdasarkan kemiringannya lahan dibedakan atas :
1.
Kemiringan Lahan 0-10%
Tanah pada kemiringan lereng ini memiliki memiliki
kedangkalan tanah serta gejala-gejala erosi dan lapisan top soilnya pernah
mengalami pengikisan dan hanyut, diperlukan tindakan-tindakan praktis
berupa perlindungan terhadap kelembaban tanah agar produktipitaas tanah itu
dapat di pertahankan dalam jangka waktu yang panjang. Tindakan-tindakanpraktis
ini berupa perlindungan kelembaban tanah, dan mengusahakan pada musim hujan
tanah tidak terhanyud oleh air, pengolahan tanah menurut kontur,
menggunakan sisa-sisa tanaman (pemberian mulsa) dan penambahan pupuk kandang.
2.
Kemiringan Lahan 10-25%
Pada kemiringan lereng ini sudah dapat dikatakan curam
lapisan top soil sangan rentan terjadinya pengikisan akibat laju limpasan
semakin besar, perlunya di adakan tindakan-tindakan seperti membuat terassering,
membenamkan pupuk hijau, pupuk organis atau pun pupuk buatan ke dalam tanah,
membuat larikan dimana tanaman itu akan di tanam dan mengusahakan agar
drainasenya dapat berjalan sebaik mungkin.
3.
Kemiringan Lahan 25-35 %
Tanah pada kemiringan ini jika tidak terdapat vegetasi
permukaaan tanah mengalami erosi hebat, rendah kandungan kelembabanya serta di
pengaruhi oleh angin kencang, tetapi pada kemiringan lereng ini masih bisa
ditanami tanaman produksi pertanian dengan batasan-batasan tertentu misalnya, tanaman
yang tumbuhnya rapat, tanaman tahunan dan rumput-rumputan.
4.
Kemiringan Lahan lebih dari 40%
Pada kemiringan seperti ini tidak dianjurkan sebagai lahan
pertanian melainkan sebagai wilayah hutan dngan di tanami pohon-pohon keras,
rumput-rumputan dan semak belukar semuanya tetap dibiarkan subur dengan
hal ini erosi dari atas dapat di perkecil.
C. Penggunaan Lahan
Penggunan
lahan merupakan salah satu bentuk campur tangan manusia dalam memanfaatkan
lahan untuk memenuhi kebutuhan spiritual dan materilnya. Beberapa penggunaan
lahan antara lain adalah :
o Sebagai pemukiman penduduk
o Dimanfaatkan sebagai lahan agrobisnis
o Dimanfaatkan sebagai taman kota
o Sebagai tempat konservasi
o Untuk mengembangkan perekonomian
D.Lahan Kritis
Salah satu masalah pendayagunaan lahan yang
sering kita jumpai akhir-akhir ini adalah lahan kritis. Persebaran lahan kritis
di Indonesia pada akhir Pelita VI (awal tahun 1999/2000) cukup luas yaitu
sekitar 23,2 juta ha, yang terdapat dalam kawasan hutan 8,1 juta ha dan di luar
kawasan hutan 15,1 juta ha. Lahan kritis umumnya terdapat di daerah pegunungan
atau di daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu, dengan ciri utama antara lain
lahan berlereng terjal, tanpa atau sedikit vegetasi penutup tanah (gundul),
adanya tanda-tanda lahan telah tererosi, dan tanah berwarna merah karena
lapisan atasnya telah tererosi.
Lahan kritis didefinisikan sebagai
lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga berkurang fungsinya sampai pada
batas yang ditentukan atau diharapkan. Fungsi yang dimaksud pada defenisi
tersebut adalah fungsi produksi dan fungsi tata airnya. Fungsi produksi
berkaitan dengan fungsi tanah sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan
fungsi tata air berkaitan dengan fungsi tanah sebagai tempat berjangkarnya akar
dan menyimpan air tanah.
a.
Parameter
Lahan Kritis
Kriteria-kriteria yang menjadi
parameter lahan kritis tersebut adalah sebagai berikut:
o Tutupan Lahan
Tutupan lahan
merupakan faktor luar yang mempengaruhi proses yang bekerja pada permukaan
tanah. Selain itu, komponen penutup lahan lainnya adalah kerapatan penutup
lahan, dalam hal ini kerapatan vegetasi, baik jarak tanam maupun kerapatan
tajuk daunnya sebagai penentu intensitas sinar matahari dan hujan yang sampai
pada tanah
o
Kemiringan
Lereng
Menurut Donahue dkk
(1983) bahwa penggandaan kemiringan lereng (% kemiringan) biasanya meningkatkan
erosi dua kali lebih besar, dan pada lereng yang panjang dapat mencapai erosi
tiga kali lipat. Lereng yang cembung erosinya lebih besar dibanding lereng yang
cekung dan erosi yang semakin besar meningkatkan nilai kekritisan pada lahan
(Zhiddiq, 2005)
o Erosi
Erosi adalah
peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu
tempat ketempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah dan bagian
tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut kemudian diendapkan pada suatu
tempat lain. Pengangkutan dan pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media
alami yaitu air tanah atau angin. (Arsyad, 1989)
o
Singkapan
Batuan
Singkapan batuan
(outocrop) merupakan batuan yang tersingkap/terungkap di atas permukaan tanah
yang merupakan bagian dari batuan besar yang terpendam dalam tanah (Zhiddiq,
2005). Ciri utama lahan kritis selain gundul dan terkesan gersang akan tetapi
juga ditandai dengan banyaknya muncul batu-batuan di permukaan tanah dan pada
umumnya terletak di wilayah dengan topografi lahan berbukit atau berlereng
curam (Angga Y. dan Ketut W., 2005).
o Produktivitas Lahan
Produktivitas lahan
adalah rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan
tradisional. Tingkat produksi rendah yang ditandai oleh tingginya tingkat
keasaman, rendahnya unsur hara (P, K, Ca, dan Mg), rendahnya kapasitas tukar
kation, kejenuhan basa dan kandungan bahan organik, serta tingginya kadar Al
dan Mn yang dapat meracuni tanaman dan peka terhadap erosi. Selain itu pada
umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang dan memiliki pH tanah
relatif lebih rendah yaitu sekitar 4,8 hingga 5,2 karena mengalami pencucian
tanah yang tinggi serta ditemukan rhizoma dalam jumlah banyak yang menjadi
hambatan mekanik dalam budidaya tanaman
b.
Penyebab
Lahan Kritis
Hal-hal
yang menyebabkan lahan menjadi kritis antara lain adalah sebagai berikut :
§
Terjadinya longsor dan letusan gunung
berapi.
§
Penebangan liar (illegal logging).
§
Kebakaran hutan.
§
Pemanfaatan sumber daya hutan yang
tidak berasaskan kelestarian.
§
Penataan zonasi kawasan belum berjalan.
§
Pola pengelolaan lahan tidak
konservatif.
§
Pengalihan status lahan (berbagai
kepentingan)
c.
Penanganan
Lahan Kritis
Lahan kritis merupakan masalah
pendayagunaan lahan yang apabila dibiarkan terus-menerus akan mengakibatkan
masalah yang lebih besar lagi, salah satu diantaranya adalah banjir yang
disebabkan kurangnya ruang terbuka hijau untuk penyerapan air, serta tata ruang
kota yang kurang baik. Untuk itu lahan kritis ini perlu segera ditangani.
Berbagai cara penanganan lahan kritis yang bias dilakukan diantaranya adalah
sebagai berikut:
o Konservasi
Konservasi
tanah sebagaimana yang dikemukakan oleh Arsyad (1989:29) merupakan penempatans
setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah
tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar
tidak terjadi kerusakan tanah”. Usaha konservasi sendiri memiliki tiga metode, yaitu:
·
Metode
Fisik-Mekanik
Metode
ini menitikberatkan pada usaha pengendalian erosi berupa pengawetan tanah untuk
mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan pertanian dengan cara
mekanis.
·
Metode
Kimiawi
Metode
ini dilakukan secara kimiawi denagn bahan-bahan kimia tertentu yang dapat
memperbaiki stabilitas agregat terhadap air secara efektif.
·
Metode
Biologis
Metode
ini dilakukan dengan penanaman berbagai jenis tanaman sebagai penahan tanah
terhadap daya tumbukan butir-butir air hujan, melindungi tanah terhadap daya
perusak aliran air di atas permukaan dan memperbaiki penyerapan air oleh
tanaman. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain adalah tanaman majemuk (Multiple Cropping), pergiliran tanaman (Crop Rotation), tumpang sari (Intercopping), dan mulsa.
o Rehabilitasi
Rehabilitasi
merupakan suatu usaha pembenahan yang ditunjukkan kepada lahan yang telah rusak
agar dapat dipergunakan kembali. Salah satu contoh kegiatan rehabilitasi adalah
reboisasi
2.2 Daratan
A. Pengertian Daratan
Daratan adalah bagian dari permukaan
bumi yang tidak digenangi air. Wilayah yang termasuk daratan meliputi
pegunungan, perbukitan, dataran, dan lembah. Bumi banyak mengandung air.
Permukaan daratan pun ada yang tergenang air dan ada yang kering. Bagian daratan
yang kering adalah padang pasir, dataran rendah, dataran tinggi, dan
pegunungan. Bagian daratan yang tergenang air, misalnya rawa, danau, dan
sungai.
B. Pembagian Daratan
Daratan dibagi menjadi beberapa wilayah
sebagai berikut:
o Gunung
Gunung adalah bagian tanah yang paling
tinggi, bentuknya menyerupai kerucut. Gunung terdiri atas puncak yang dibatasi
oleh lereng. Lereng adalah sisi yang landai atau miring. Gunung-gunung
terbentuk dalam waktu jutaan tahun.
o Pegunungan
Pegunungan
adalah rangkaian gunung yang bersambung. Daerah yang tinggi tidak selalu berupa
pegunungan. Daerah yang lebih rendah daripada gunung disebut bukit. Daerah yang
banyak bukitnya disebut perbukitan.
o Dataran
Dataran
ialah daratan yang perbedaan ketinggian antara satu daerah dan daerah lainnya
hampir tidak ada. Dataran ada dua, yaitu dataran tinggi dan dataran rendah.
Dataran tinggi adalah dataran yang terdapat di daerah pegunungan. Ketinggiannya
dari 500 meter sampai 1.500 meter di atas permukaan laut. Misalnya, daerah
Dieng, Bukittinggi, dan kota Bandung. Dataran rendah adalah dataran yang
terdapat di daerah pantai. Ketinggiannya dari 0 sampai 500 meter di atas
permukaan laut. Misalnya, dataran rendah pantai utara Jawa dan dataran rendah
pantai timur Sumatra.
o Lembah, Jurang, dan Ngarai
Lembah
adalah daratan yang rendah di antara bukit-bukit. Lembah, biasanya, dialiri
sungai. Contohnya, lembah Karmel di Jawa Barat dan lembah Kuyawagi di Papua.
Lembah yang dalam, sempit, dan memiliki dinding yang curam disebut jurang.
Adapun ngarai adalah lembah yang dalam dan luas di antara dua dindingnya.
Contohnya, ngarai Sianok di Sumatra Barat dan ngarai Kalipanur di Jawa Tengah.
|
2.3
Tanah
A. Pengertian
Tanah
Tanah adalah
salah satu bagian bumi yang terdapat
pada permukaan bumi dan terdiri dari masa massa padat, cair dan gas.
Tanah berasal dari hasil pelapukan
bebatuan dan tumbuhan yang prosesnya
memakan waktu berpuluh-puluh bahkan ratusan tahun.Proses pembentukannya
dipengaruhi oleh iklim, bentuk muka bumi, tumbuhan, hewan, manusia, serta
waktu. Secara umum, susunan
tanah (bahan induk mineral terdiri dari 50%
padatan, (45% mineral, 5% bahan organik ), 25% air dan 25% udara.
B. Struktur
Tanah
Struktur tanah berhubungan dengan cara
di mana, partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain. Di dalam
tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir dan debu dipegang bersama pada
agregat-agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan kalsium.
o Struktur tanah berbutir (granular)
Agregat
yang membulat, biasanya diameternya tidak lebih dari 2 cm. Umumnya terdapat
pada horizon A yang dalam keadaan lepas disebut “Crumbs” atau Spherical.
o Kubus (Bloky)
Berbentuk
jika sumber horizontal sama dengan sumbu vertikal. Jika sudutnya tajam disebut
kubus (angular blocky) dan jika sudutnya membulat maka disebut kubus membulat
(sub angular blocky). Ukuranya dapat mencapai 10 cm.
o Lempeng (platy)
Bentuknya
sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu vertikalnya. Biasanya terjadi pada
tanah liat yang baru terjadi secara deposisi (deposited).
o Prisma
Bentuknya
jika sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu horizontal. Jadi agregat
terarah pada sumbu vertikal. Seringkali mempunyai 6 sisi dan diameternya mencapai
16 cm. Banyak terdapat pada horizon B tanah berliat. Jika bentuk puncaknya
datar disebut prismatik dan membulat disebut kolumner.
C. Klasifikasi
Tanah
o
Tanah Humus
Tanah humus adalah tanah yang sangat
subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang
lebat.
o
Tanah Pasir
Tanah pasir adalah tanah yang bersifat
kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen
yang memiliki butir kasar dan berkerikil.
o
Tanah
Alluvial atau Tanah Endapan
Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk
dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah
yang subur dan cocok untuk lahan pertanian.
o
Tanah Podzolit
Tanah podzolit adalah tanah subur yang
umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah
/ dingin.
o
Tanah Vulkanik
atau Tanah Gunung Berapi
Tanah vulkanis adalah tanah yang
terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang subur mengandung zat
hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung
berapi.
o
Tanah Laterit
Tanah laterit adalah tanah tidak subur
yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang
karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi. Contoh : Kalimantan Barat dan
Lampung.
o
Tanah
Mediteran atau Tanah Kapur
Tanah mediteran adalah tanah sifatnya
tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur. Contoh : Nusa
Tenggara, Maluku, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
o
Tanah
Gambut atau Tanah Organosol
Tanah organosol adalah jenis tanah yang
kurang subur untuk bercocok tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan
tumbuhan rawa. Contoh : Rawa Kalimantan, Papua dan Sumatera.
D.Pemanfaatan Tanah
Tanah
mempunyai banyak sekali manfaat, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
o Sumber
pangan, sandang dan papan penghuni rumah
o Sumber
plasma nutfah dan ragam jenis biologi
o Lingkungan
hidup bagi berbagai jenis satwa
o Pengendali
iklim sekitar rumah dan tempat untuk kenyamanan,
o Penyerap
karbondioksida dan penghasil oksigen
o Tempat
resapan air hujan dan air limbah keluarga
o Produksi Biomassa: Tempat tumbuhhan dan
berkembangnya perakaran, sumber hara, serta zat pendukung tumbuhan
o Penyaringan, penyangga, dan pengubah antara
atmosfer, air tanah, serta akar tanaman
o Habitat biologi dan konservasi genetik
o Ruang infrastruktur teknik, industri, sosial
ekonomi, dan pembangunannya
o Sumber daya energi, material dasar, pertambangan,
dan air
o Sumber keindahan dan warisan budaya
o
E.
Erosi Tanah
Salah
satu bentuk permasalahan tanah yang sering kita temui akhir-akhir ini adalah
erosi. Erosi
tanah adalah proses pelepasan atau pelapukan partikel-partikel tanah oleh
berbagai penyebab. Erosi menyebabkan tanah menjadi tandus sehingga tidak dapat
ditanami. Proses erosi berpotensi dipercepat oleh campur tangan manusia. Erosi
yang amat parah membuat tanah tidak produktif sehingga tidak ada vegetasi yang
bisa tumbuh. Tidak adanya vegetasi akan memicu kekeringan dan curah hujan
rendah. Secara keseluruhan, siklus alam akan terganggu akibat terjadinya erosi.
a. Penyebab Erosi Tanah
o
Kecepatan
aliran sungai yang tinggi merupakan salah satu penyebab utama erosi di lembah
sungai dan daerah pesisir.
o
Tanah
yag dilalui aliran sungai atau termasuk area banjir sungai menjadi terkikis.
Sedimen ini kemudian ikut terbawa aliran sungai hingga ke hilir.
o
Angin
merupakan agen penyebab erosi di padang pasir dan lahan kering. Angin memiliki
kemampuan mengikis batu, tanah, dll dan memindahkannya ke zona yang berbeda.
o
Erosi
tanah juga dapat disebabkan oleh gletser dan es. Partikel tanah bisa terkikis
bersama dengan pergerakan gletser. Jenis erosi ini biasanya terjadi di wilayah
yang tertutup es atau di dataran tinggi.
o
Faktor
lain yang mempengaruhi erosi tanah adalah suhu, kecepatan angin, dan tingkat
curah hujan di wilayah tertentu.
b. Dampak Erosi Tanah
Erosi tanah menyebabkan
pengembangan struktur topologi baru karena pengendapan partikel tanah. Tanah
yang tererosi akan mengakibatkan penurunan produktivitas dan kesuburan tanah.
Akibat erosi, kadar air dan kandungan berbagai mineral dan nutrisi tanah akan
sangat berkurang. Pada akhirnya, lahan yang tandus dan tidak adanya curah hujan
akibat erosi yang parah menyebabkan kekeringan.
c. Penanganan Erosi Tanah
Secara umum penanganan erosi
tanah sama dengan penanganan lahan kritis karena umumnya penyebab lahan kritis
adalah erosi tanah, diantaranya:
o
Konservasi
tanah secara fisik, kimiawi, dan biologis. Misalnya dengan terasering,
penanaman contour, penanaman dalam jalur (strip
cropping).
o
Penggunaan
pupuk organik dan penanaman dengan rotasi.
Penghutanan kembali.
Penghutanan kembali.
o
Pengurangan
penggaraman dan penggenangan (water logging).
o
Evaluasi
tata guna lahan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lahan
merupakan suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi,
dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan
penggunaan lahan. Jika kita membicarakan lahan maka kita tidak akan terlepas
dari daratan dan tanah, karena sesungguhnya lahan, daratan, dan tanah merupakan
suatu kesatuan. Daratan diartikan
sebagai dari permukaan bumi yang tidak digenangi air, sedangkan tanah merupakan
salah satu bagian bumi yang terdapat pada permukaan bumi dan terdiri dari
masa massa padat, cair dan gas.
Lahan berfungsi sebagai pemukiman penduduk, pertanian, taman
kota, tempat konservasi, pengembangkan perekonomian, dan lain sebagainya.
Sedangkan tanah berfungsi sebagai produksi biomassa, habitat biologi dan konservasi genetik ruang
infrastruktur teknik, industri, sosial ekonomi, dan pembangunannya ,
tempat resapan air hujan dan air limbah keluarga, dan masih banyak lagi.
Struktur
tanah ada yang berbutir (granular), kubus (Bloky), lempeng (platy), dan prisma.
Sedangkan jenis-jenis tanah ada yang berupa tanah humus, tanah pasir, tanah
alluvial, tanah podzolit, tanah vulkanik, tanah mediteran, dan tanah gambut.
Daratan
yang sangat luas ini berdasarkan bentuk kenampakannya dikelompokkan menjadi gunung, pegunungan, dataran, lembah, jurang,
dan ngarai. Sedangkan pengelompokan lahan didasarkan pada ciri yang meliputi bentuk
lahan asal proses volkanik (V), struktural (S), fluvial (F), solusional (S),
denudasional (D), eolin (E), marine (M), glasial (G), organik (O), dan
antropogenik (A) . Selain itu pengelompokkan lahan juga berdasarkan kemiringan
yang meliputi kemiringan lahan 0-10%, 10-25%, 25-35 % dan lebih besar dari 40%.
Permasalahan
lahan yang sedang marak saat ini yaitu lahan kritis, yaitu lahan yang telah mengalami
kerusakan sehingga berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau
diharapkan. Umumnya penyebab lahan kritis adalah erosi tanah yang juga
merupakan masalah pemanfaatan tanah. Banyak cara yang sudah dan masih bias
terus digunakan untuk meminimalisir masalah pendayagunaan tanah dan lahan
tersebut, mulai dari pencegahan atau konservasi seperti penanaman berbagai
jenis tanaman, dan usaha-usaha pengembalian kembali fungsi lahan dan tanah
seperti sedia kala atau rehabilitasi.
3.2 Saran
Mengingat
bahwa lahan, daratan, dan tanah merupakan salah satu pendukung utama ekosistem
kita, dengan memeberikan manfaat yang sangat besar bagi semua makhluk hidup,
maka hendaknya lahan, tanah, dan daratan mampu dijaga kelestariannya. Kita
manusia bukan hanya sebagai pengguna sumber daya yang tersedia, namun kita juga
dituntut untuk menjadi pembina lingkungan yang mampu menjaga kelestarian dan
keseimbangan alam demi keberlangsungan hidup semua makhluk hidup di muka bumi
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar